Sabtu, September 03, 2011

TOKOH DOA: ELIA: PEMIMPIN GARIS DEPAN


Nama Elia disebut dalam sepuluh buku di Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru. Kepemimpinan Elia dianggap sebanding dengan Musa. Dalam pikiran
Hagada Yahudi, Elia dipandang sebagai teman imbangan Musa. Ketika
Yesus dimuliakan di gunung, Elia hadir bersama dengan Musa (Markus
9:4).

Kuasa kepemimpinan profetik Elia hadir kembali dalam pelayanan Yohanes
Pembaptis yang membuka jalan bagi pelayanan Yesus di muka bumi. Yesus
sendiri menyetarakan Yohanes Pembaptis dengan Elia: "Aku berkata
kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan
memperlakukannya menurut kehendak mereka." (Matius 17:12)

Pada masa pelayanan Elia, Ahab bin Omri naik takhta dan memerintah
Israel serta Samaria selama 22 tahun (1 Raja-Raja 16:29). Sayangnya,
ia menyembah Baal dan Asyera sehingga membuat Tuhan sakit hati
(1 Raja-Raja 16:32-33). Namun, pada waktu itu masih ada orang Israel
yang takut akan Tuhan, namanya Obaja (1 Raja-Raja 18:3), dan masih ada
ratusan nabi yang melayani Tuhan dengan iman yang benar
(1 Raja-Raja 18:4).

Di antara orang-orang Israel yang masih menyembah YHWH, Elia adalah
seorang pemimpin rohani yang berani tampil. Elia bangkit menentang
penyembahan berhala. Ia berani menempelak raja dengan otoritas rohani
yang besar. Jika Musa memberi teguran dengan mendatangkan sepuluh
tulah atas Firaun, Elia menegur kesalahan raja Ahab dengan penyataan
murka Tuhan berupa musim kering (1 Raja-Raja 17:1). Ketika Ahab
mencurangi Nabot, tegoran Elia membuatnya bertobat (1 Raja-Raja 21).

Elia adalah pemimpin garis depan yang berani berkonfrontasi langsung
dengan lawan-lawannya. Ia tidak gentar menghadapi 450 nabi Baal yang
mengandalkan kuasa kegelapan. Elia bahkan mendemonstrasikan kuasa
Allah di depan rakyat dengan doanya yang menurunkan api dari langit
(1 Raja-Raja 18:36-39).

Elia adalah seorang pemimpin yang berhasil meneruskan tongkat estafet
pelayanan kepada penerusnya. Setelah bergumul lama, Tuhan berfirman
kepada Elia: "Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas
Israel, dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kauurapi menjadi
nabi menggantikan engkau" (1 Raja-Raja 19:16). Sama seperti Musa
digantikan oleh Yosua, kepemimpinan Elia dilanjutkan Elisa. Berkat
bimbingan Elia, Elisa mendapat dua kali urapan pendahulunya itu
(2 Raja-Raja 2:9-10).

Kehidupan Doanya

Yakobus menulis: "Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia
telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujan
pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan." (Yakobus
5:17) Kata "sungguh-sungguh" menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang
serius berdoa.

Demikian pula jika para pemimpin rindu mengalami terobosan dan
mukjizat, ia harus berdoa dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan doa Elia
berkaitan erat dengan keseriusan pelayanannya sebagai hamba Tuhan,
seperti terlihat dalam ucapannya: "Demi Tuhan yang hidup, Allah
Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak akan ada embun atau hujan
pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan." (1 Raja-Raja 17:1)
Banyak pemimpin gagal mencapai kehidupan doa yang berkuasa karena
hidupnya tidak sungguh diabdikan untuk melayani Tuhan.

Doa Elia keluar dari lubuk hatinya yang penuh belas kasihan. Ketika
anak janda Sarfat yang sudah menolongnya itu meninggal, Elia berseru
kepada Tuhan: "Ya Tuhan, Allahku! Apakah Engkau menimpakan kemalangan
ini atas janda ini juga, yang menerima aku sebagai penumpang, dengan
membunuh anaknya?" (1 Raja-Raja 17:20) Berkat doa itu, Tuhan
membangkitkan anak tersebut dan hidup kembali dengan sehat.

Belas kasihan yang sejati akan mendorong para pemimpin untuk berdoa,
paling tidak bersyafaat bagi orang-orang lain yang menderita. Sama
seperti Elia yang ditolong oleh janda Sarfat itu, Tuhan pun akan
menolong para pemimpin Kristen di tengah masa krisis. Tetapi
persoalannya, pedulikah kita dengan penderitaan yang dialami
masyarakat di sekitar kita? Pernahkah kita berdoa bagi mereka?

Elia menghayati prinsip iman di dalam doanya. Perkataan Elia penuh
kuasa. Menghadapi para utusan Ahazia, Elia berkata: "Kalau benar aku
abdi Allah, biarlah turun api dari langit memakan engkau habis dengan
kelima puluh anak buahmu." (2 Raja-Raja 1:10) Setelah perkataan itu
terlontar, api pun turun dari langit bahkan sampai dua kali.
Mengucapkan perkataan iman merupakan salah satu prosedur doa yang
diajarkan Yesus (Markus 11:23-24).

Ketika mengalami depresi dan ketakutan karena intimidasi Izebel, Elia
memang sempat melarikan diri dan putus asa (1 Raja-Raja 19:1-4).
Tetapi, malaikat menjumpainya dan memberinya kekuatan (1 Raja-Raja
19:5-7). Kemudian, Elia berjalan menuju gunung Horeb yang disebut
sebagai gunung Allah (1 Raja-Raja 19:8). Di sana ia bertemu "muka
dengan muka" dengan Tuhan, mendapat visi, firman, penghiburan, dan
tugas yang baru (1 Raja-Raja 19:9-18).

Ada kalanya seorang pemimpin menghadapi ancaman yang membuatnya
sedemikian depresi. Pada saat itulah kita perlu lari kepada Tuhan,
menjadikan Dia sebagai tempat pengungsian (Mazmur 43:2). Psikiater,
konsultan psikologis, dunia hiburan, dan rekreasi kadang diperlukan.
Tetapi, hanya Tuhan saja yang dapat memulihkan keadaan kita dan
lawatan-Nya saja yang sanggup membangkitkan kita kembali.

Api Turun dari Langit

Peristiwa di gunung Karmel merupakan demonstrasi kuasa doa yang luar
biasa. Pada waktu itu Elia ingin membuktikan kepada segenap umat
Israel siapa Tuhan sebenarnya, Allah Israel atau Baal dan Asyera.
Untuk itu ia menantang nabi-nabi Baal berdoa memanggil allah mereka
supaya menjawab dengan api (1 Raja-Raja 18:23-24).

Baik nabi-nabi Baal maupun Elia, sama-sama berdoa kepada Tuhan
masing-masing. Dengan demikian, sebenarnya terjadi konfrontasi atau
doa peperangan tingkat okultisme, sebab nabi-nabi itu meminta bantuan
kuasa kegelapan. Dalam hal ini, Elia berperang sebagai "single
fighter", satu lawan 450 orang (1 Raja-Raja 18:22).

Pemimpin Kristen garis depan harus berani berkonfrontasi dengan
kehidupan duniawi dan para pendosanya, bukan hanya secara pemikiran,
sikap, dan perilaku, tetapi juga secara spiritual. Terkadang kita
terpaksa berperang sendirian, karena para pemimpin lain takut, sama
seperti Daud maju sendirian melawan Goliat.

Elia-Elia masa kini perlu benar-benar mengandalkan kuasa Tuhan. Banyak
pemimpin Kristen mencoba tampil berani dengan kekuatannya sendiri.
Tindakan seperti itu merupakan kebodohan, tindakan bunuh diri yang
konyol. Jangan pernah meremehkan iblis dan bermain api dengannya.
Anak-anak imam Skewa mencoba mengusir setan dan malah dipermalukan
karena tidak memunyai kuasa (Kisah Para Rasul 19:13-16). Para pemimpin
Kristen harus benar-benar penuh Roh Kudus dan diurapi.

Dalam pertandingan doa dengan nabi-nabi Baal, Elia mengejek mereka
(1 Raja-Raja 18:27). Hal itu menunjukkan kuatnya mentalitas iman Elia.
Kemudian, ketika saat Tuhan (God`s time) tiba, pada waktu
mempersembahkan korban petang, Elia tampil dan berdoa. Lalu turunlah
api Tuhan menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu dan tanah
itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya (1 Raja-Raja
18:38).

Motivasi doa haruslah untuk kemuliaan nama Tuhan. Elia memohon api
bukan supaya orang memujanya, tetapi supaya bangsa Israel bertobat
(1 Raja-Raja 18:37). Seorang pemimpin tidak boleh mencuri kemuliaan
Tuhan ketika doanya dijawab secara ajaib.

Diambil dari:
Judul buku: Mezbah Doa Para Pemimpin
Judul artikel: Elia: Pemimpin Garis Depan
Penulis: Haryadi Baskoro
Penerbit: Yayasan ANDI Yogyakarta, 2004
Halaman: 39 -- 44

Tidak ada komentar: